Sabtu, 09 Juni 2012

Andragogi


Teori Belajar Andragogi

1.   Pengertian Teori Belajar Andragogi

Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno: "aner", dengan akar kata andr, yang berarti orang dewasa, dan agogus yang berarti membimbing atau membina. Andragogi secara harfiah dapat diartikan sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered Training/Teaching). 

Andragogi adalah proses untuk melibatkan peserta didik dewasa ke dalam suatu struktur pengalaman belajar. Istilah ini awalnya digunakan oleh Alexander Kapp, seorang pendidik dari Jerman, pada tahun 1833, dan kemudian dikembangkan menjadi teoripendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika Serikat, Malcolm Knowles (24 April 1913-27 November 1997). Istilah andragogi telah digunakan untuk menunjukkan perbedaan antara pendidikan yang diarahkan diri sendiri dengan  pendidikan melalui pengajaran oleh orang lain.

2.   Perkembangan Teori Belajar Andragogi

     Dalam Andragogy inilah, kita kenal istilah-istilah Enjoy Learning, Workshop, Pelatihan Outbond dll, dan dari konsep Pendidikan Andragogy inilah lalu muncul konsep-konsep Liberalisme pendidikan   Liberasionisme pendidikan dan Anarkisme pendidikan. 
                
      Liberalisme pendidikan bertujuan jangka panjang untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan       sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa sebagaimana cara menghadapi  persoalan-persoalan dalam  kehidupan sehari-hari secara efektif. Liberasionisme pendidikan adalah sebuah sudut pandang yang menganggap bahwa kita musti segera melakukan perombakan berlingkup besar terhadap tatanan politik (dan pendidikan) yang ada sekarang, sebagai cara untuk memajukan kebebasan individu dan mempromosikan perwujudan potensi-potensi diri semaksimal mungkin. 
                 
   Tetapi berbeda dengan liberal dan liberasionis, anarkisme pendidikan beranggapan bahwa harus meminimalkan dan menghapuskan pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal,  juga musti dilakukan untuk membuat masyarakat yang bebas lembaga. Menurut anarkisme pendidikan, pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah pendekatan yang mengupayakan untuk mempercepat   perombakan humanistik berskala besar yang mendesak ke dalam masyarakat, dengan cara menghapuskan sistem persekolahan sekalian.

3.      Asumsi-Asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi

                 Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected    Species" yang diterbitkan pada tahun 1970 mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan. Malcolm Knowles juga mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:

     1.  Konsep Diri: Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan dan evaluasi dari pembelajaran yang mereka ikuti.
             Pada orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan yang sifatnya sementara. Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pelatihan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pelatihan.

      2.  Peranan Pengalaman: Pengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah) menjadi dasar untuk aktivitas belajar
            Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal in menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik kepelatihan. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.

      3.  Kesiapan Belajar : Orang dewasa paling berminat pada pokok bahasan belajar yang mempunyai relevansi langsung dengan pekerjaannya atau kehidupan pribadinya
            Asumsinya bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
    
      4.  Orientasi Belajar: Belajar bagi orang dewasa lebih berpusat pada permasalahan dibanding pada isinya
            Asumsinya yaitu pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa. Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.

4.    Keunggulan dan Kelemahan Teori Belajar Andragogi



Kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah ataupun luar sekolah memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat non formal sebagian besar dari siswa atau pesertanya adalah orang dewasa, atau paling tidak pemuda atau remaja. Oleh sebab itu, kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan atau usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan atau realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik atau penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Andragogy memiliki kelemahan, salah satunya adalah bahwa bagaimana mungkin seorang siswa yang tidak terlalu memahami tentang luasnya ilmu kemudian dibebaskan memilih apa yang mereka sukai? Seolah sistem Andragogy hanya sebagai suatu sistem yang mengembirakan siswanya saja dan melupakan untuk tujuan apa sebenarnya sebuah pendidikan itu dilakukan? Dan bagaimana pula bisa dilakukan -penjagaan terhadap ilmu-ilmu yang sudah ada? jika sebuah ilmu tersebut tidak diminati oleh siswa, tentu saja satu waktu ilmu tersebut akan hilang. Dan bagaimana siswa dibiarkan memilih jika ada persyaratan kemampuan yang memang mesti dimiliki seandainya siswa mau belajar ilmu tertentu. Tak mungkinlah siswa SD dibiarkan memilih mata pelaharan Integral Diferensial sebelum mereka menguasai dulu perkalian, jumlah, kurang bagi, dll

Daftar pustaka :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar