Senin, 14 Mei 2012

Resume blended learning

BLENDED LEARNING

Blended learning adalah metode pembelajaran yang menggabungkan proses belajar-mengajar dengan tatap muka di dalam kelas dengan pembelajaran online yang lebih modern. Dalam metode ini, teknologi berperan sangat penting. Dengan metode blended learning ini, pelajar dan pengajar biasanya menggunakan sumber-sumber informasi online, berkomunikasi dan berinteraksi menggunakan sosial media baik bila berada di dalam kelas secara tatap muka maupun di tempat yang berbeda.


Blended learning adalah tipe aktivitas pembelajaran baru yang menantang cara berpikir kita tentang bagaimana pembelajaran dapat difasilitasi, menciptakan etika baru dalam proses belajar-mengajar, dan pergeseran lokus kontrol dari pengajar kepada peserta didik. (Littlejohn dan Pegler 2006, p4)

Blended Learning


Blended learning sebenarnya sudah ada cukup lama dan sudah banyak digunakan dalam proses belajar-mengajar. Banyak orang sebenarnya sudah menggunakan metode blended learning dalam proses pembelajaran, namun tidak menyadari bahwa bentuk pembelajaran yang digunakannya adalah metode blended learning. Blended learning bukanlah suatu konsep baru, metode ini terkesan asing karena memiliki istilah tersebut. Blended learning juga memiliki istilah lain yaitu “integrative learning”, “hybrid learning”, dan “multi-method learning”. 


Asal mulanya timbul pembelajaran model ini adalah ketika ada suatu sekolah miskin di pedesaan yang tidak mampu membayar guru untuk mengajar mereka, sehingga mereka harus bergantung pada pembelajaran online yang diberikan murid-murid sekolah yang sudah berada di kelas dengan tingkat yang lebih tinggi.


Pendekatan blended learning dapat menggabungkan fasilitas tatap muka dalam kelas dengan   instruksi media komputer. Metode ini juga berkaitan dengan  kegiatan ilmu pengetahuan dengan bantuan teknologi pendidikan menggunakan komputer, seluler atau Smartphone, media sosial, videoconference dan media elektronik lainnya. Metode ini juga didukung dengan  digunakannya jaringan internet untuk memudahkan pembelajaran online.


Peserta didik dan pengajar saling bekerja sama untuk meningkatkan kualitas belajar dan mengajar. Tujuan akhir dari blended learning ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi  peserta didik dan pengajar dalam mewujudkan proses belajar-mengajar yang mandiri, bermanfaat, berkualitas dan terus berkembang.


Minggu, 13 Mei 2012

Pengalaman Kuliah Blended Learning

Pengalaman Kuliah Menggunakan Metode Blended Learning

Pada mata kuliah Psikologi Pendidikan di hari sabtu, 12 Mei 2012 kemarin, saya dan teman-teman ditugaskan untuk berdiskusi secara online di dalam kelas menggunakan Google Talk dan mencari informasi mengenai "BLended Learning". Setelah mencari informasi mengenai blended learning dan mendiskusikannya, ternyata kegiatan kuliah yang kami lakukan saat itu termasuk pembelajaran menggunakan metode blended learning. 

  • Tanggapan Positif

     Awalnya saya pikir kuliah kali ini akan menjadi rumit dan membingungkan karena saya belum pernah menggunakan GTalk sebelumnya, namun justru kuliah kali ini lumayan seru dan tidak terlalu rumit. Dengan adanya WiFi di kampus, kami dapat mencari informasi dengan mudah tentang materi yang ditugaskan. Hanya dengan memasukkan keyword blended learning pada search engine, kami bisa membaca banyak referensi, lalu mendiskusikannya secara online. Proses belajar menjadi lebih mudah karena kami tidak harus mencari sumber informasi mengenai materi diskusi di perpustakaan atau harus bertatap muka secara langsung untuk berdiskusi, cukup dengan duduk santai di hadapan laptop menggunakan jaringan internet.



  • Tanggapan Negatif
    Menurut saya tidak banyak efek negatif pada kuliah blended learning tersebut. Menurut saya kelas jadi kurang kondusif karena dosen pengampu yang awalnya tidak hadir secara langsung di kelas. Namun akhirnya tetap bisa terkontrol dengan instruksi dari komting dan dosen pengampu yang ikut online menggunakan GTalk dan memberi instruksi tambahan. Pada menit-menit terakhir sebelum kelas berakhir, sempat terjadi kesalahpahaman. Kami mendapat informasi bahwa diskusi online akan berakhir pada pukul 10.00 wib dan mengira kelas sudah berakhir pada waktu tersebut, jadi ada beberapa teman saya yang sudah keluar kelas. Jadi, ketika dosen pengampu masuk ke kelas, beliau merasa kecewa karena kelas sudah agak sepi dan banyak yang sudah offline.



  • Kendala yang Dihadapi
    Walaupun kuliah berjalan lancar, namun saya sempat mengalami sedikit kesulitan.Ketika sedang asyik berdiskusi tiba-tiba laptop saya terputus dari jaringan WiFi dan otomatis sayapun terputus dari grup chat di GTalk, kemudian akhirnya laptop saya bisa tersambung kembali dengan jaringa WiFi namun saya tidak bisa bergabung kembali ke grup diskusi pada GTalk dan tidak bisa ikut melanjutkan diskusi mengenai materi :(
Berhubung diskusi kami tadinya sudah cukup panjang, akhirnya diskusi tersebut kami akhiri dengan teman saya yang membuat kesimpulan dan mengirimkan verbatim kepada dosen pengampu.


Sabtu, 05 Mei 2012

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
  1. Definisi Anak  Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan/ penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda
2.   Jenis Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus yang paling banyak mendapat perhatian guru antara lain :
a.Tunagrahita (Mental retardation)
Ada beberapa definisi dari tunagrahita, antara lain:
  1. American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p. 20) mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual; yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.
  2. Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22), mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku adaptif; dan terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
  3. The New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan tentang tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.
  4. Definisi tunagrahita yang dipublikasikan oleh American Association on Mental Retardation (AAMR). Di awal tahun 60-an, tunagrahita merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif mencakup area : komunikasi, merawat diri, home living, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol diri, functional academics, waktu luang, dan kerja. Menurut definisi ini, ketunagrahitaan muncul sebelum usia 18 tahun.
  5. Menurut WHO seorang tunagrahita memiliki dua hal yang esensial yaitu fungsi intelektual secara nyata di bawah rata-rata dan adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tututan yang berlaku dalam masyarakat.
Adapun cara mengidentifikasi seorang anak termasuk tunagrahita yaitu melalui beberapa indikasi sebagai berikut:
  1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,
  2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
  3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
  4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
  5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
  6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
b. Tunalaras (Emotional or behavioral disorder)

  • Nilai standarnya 4
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:
  1. Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.
  2. Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.
  3. Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.
  4. Secara umum mereka selalu dalam keadaan pervasive dan tidak menggembirakan atau depresi.
  5. Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.
Anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku juga bisa diidentifikasi melalui indikasi berikut:
  1. Bersikap membangkang,
  2. Mudah terangsang emosinya,
  3. Sering melakukan tindakan aggresif,
  4. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
c. Tunarungu Wicara (Communication disorder and deafness)


Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
  1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
  2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
  3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
  4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
  5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran:
  1. Tidak mampu mendengar,
  2. Terlambat perkembangan bahasa,
  3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
  4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,
  5. Ucapan kata tidak jelas,
  6. Kualitas suara aneh/monoton,
  7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
  8. Banyak perhatian terhadap getaran,
  9. Keluar nanah dari kedua telinga,
  10. Terdapat kelainan organis telinga.
  • Nilai standarnya 7.
d. Tunanetra (Partially seing and legally blind)


Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktualdan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan:
  1. Tidak mampu melihat,
  2. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
  3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
  4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
  5. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
  6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
  7. Mata bergoyang terus.
  • Nilai standarnya adalah 6, artinya bila anak mengalami minimal 6 gejala di atas, maka anak termasuk tunanetra.
e. Tunadaksa (physical disability)


Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainanneuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsyamputasipoliodan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisiktetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh tubuh/gerak tubuh:
  1. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
  2. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
  3. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
  4. Terdapat cacat pada alat gerak,
  5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
  6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal,
  7. Hiperaktif/tidak dapat tenang.
  • Nilai standarnya 5.
f. Tunaganda (Multiple handicapped)


Menurut Johnston & Magrab, tunaganda adalah mereka yang mempunyai kelainan perkembangan mencakup kelompok yang mempunyai hambatan-hambatan perkembangan neurologis yang disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan dalam kemampuan seperti intelegensi, gerak, bahasa, atau hubungan pribadi di masyarakat.
Walker (1975) berpendapat mengenai tunaganda sebagai berikut:
  1. Seseorang dengan dua hambatan yang masing-masing memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus.
  2. Seseorang dengan hambatan-hambatan ganda yang memerlukan layanan teknologi.
  3. Seseorang dengan hambatan-hambatan yang memerlukan modifikasi khusus.
g. Kesulitan Belajar (Learning disabilities)


Anak dengan kesulitan belajar adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca,berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsibrain injurydisfungsi minimal otakdislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam membaca, menulis dan berhitung:
  1. Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
  2. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
  3. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
  4. Kalau membaca sering banyak kesalahan
  • Nilai standarnya 3.
  1. Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
  2. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,
  3. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
  4. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
  5. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
  6. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
  • Nilai standarnya 4.
  1. Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkula)
  2. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
  3. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
  4. Sering salah membilang dengan urut,
  5. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
  6. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
  • Nilai standarnya 4.
h. Anak Berbakat (Giftedness and special talents)


Menurut Milgram, R.M (1991:10), anak berbakat adalah mereka yang mempunyai skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrument Stanford Binet (Terman, 1925), mempunyai kreativitas tinggi (Guilford, 1956), kemampuan memimpin dan kemampuan dalam seni drama, seni tari dan seni rupa (Marlan, 1972).
Anak berbakat mempunyai empat kategori, sebagai berikut:
  1. Mempunyai kemampuan intelektual atau intelegensi yang menyeluruh, mengacu pada kemampuan berpikir secara abstrak dan mampu memecahkan masalah secara sistematis dan masuk akal.
  2. Kemampuan intelektual khusus, mengacu pada kemampuan yang berbeda dalam matematika, bahasa asing, music, atau ilmu pengetahuan alam.
  3. Berpikir kreatif atau berpikir murni menyeluruh. Pada umumnya mampu berpikir untuk menyelesaikan masalah yang tidak umum dan memerlukan pemikiran tinggi.
  4. Mempunyai bakat kreatif khusus, bersifat orisinil dan berbeda dengan yang lain.
Dari keempat kategori di atas, maka anak berbakat adalah mereka yang mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul dalam segi intelektual, teknik, estetika, social, fisik (Freemen, J. 1975:120), akademik, psikomotor dan psikososial (Sisk,1987 dalam Amin, M. 1996:3).
Berikut identifikasi anak berbakat atau anak yang memilki kecerdasan dan kemampuan yang luar biasa:
  1. Membaca pada usia lebih muda,
  2. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
  3. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
  4. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
  5. Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
  6. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
  7. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
  8. Memberi jawaban-jawaban yang baik,
  9. Dapat memberikan banyak gagasan,
  10. Luwes dalam berpikir,
  11. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
  12. Mempunyai pengamatan yang tajam,
  13. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati,
  14. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
  15. Senang mencoba hal-hal baru,
  16. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
  17. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah,
  18. Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
  19. Berperilaku terarah pada tujuan,
  20. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
  21. Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
  22. Mempunyai daya ingat yang kuat,
  23. Tidak cepat puas dengan prestasinya,
  24. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
  25. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
i. Anak Autistik

  • Nilai standarnya 18.
Autism Syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala-gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:
  1. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.
  2. Selalu diam sepanjang waktu.
  3. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.
  4. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.
  5. Tidak tampak ceria.
  6. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.
Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
j. Hyperactive (Attention Deficit Disorder with Hyperactive)
Hyperactive bukan merupakan penyakit tetapi suatu gejala atau symptoms. (Batshaw & Perret, 1986: 261).symptoms terjadi disebabkan oleh factor-faktor brain damage, an emotional disturbance, a hearing deficit or mental retardaction. Dewasa ini banyak kalangan medis masih menyebut anak hiperaktif dengan istilah attention deficit disorder (ADHD) (Solek, P. 2004:4)
3. Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer(sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporermeliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency andHiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam.Stainback dan Stainback (1990) mengemukakan bahwa: sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.Selanjutnya, Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK temporer dan permanen) untuk memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus:
1. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
  1. Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
  2. Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
  3. Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
  4. Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
  5. Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi perilaku.
2. Strategi pembelajaran bagi anak berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
  1. Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
  2. Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
  3. Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.
Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara lain;
  1. Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
  2. Strategi kooperatif
  3. Strategi modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa


Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
  1. Pendidikan integrasi (terpadu)
  2. Pendidikan segresi (terpisah)
  3. Penataan lingkungan belajar
5. Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras


Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
  1. Model biogenetic
  2. Model behavioral/tingkah laku
  3. Model psikodinamika
  4. Model ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi anak dengan kesulitan belajar
  1. Anak berkesulitan belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
  2. Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
  3. Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu


Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.

KESIMPULAN
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu: ABK temporer(sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang termasuk kategori ABK temporermeliputi: anak-anak yang berada di lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal), anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency andHiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.

sumber: